
Judul Buku : Naskah Tambo Silungkang, Pengantar dan Transliterasi
Nama Penulis : Chairullah Pramono, Muhammad Miftahul Fikri
Jumlah Halaman : 92
Penerbit : Perpusnas Press, 2023
Reviewer : Nur Sa’adah
Naskah Tambo Silungkang merupakan salah satu manuskrip yang ditemukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Manuskrip ini termasuk naskah kuno yang memuat silsilah dan sejarah asal usul orang Minangkabau yang dikenal dengan Tambo Minangkabau, seperti halnya Tarombo yang dimiliki oleh suku Batak. Baik Tambo maupun Tarombo juga dipegang oleh perseorangan sehingga lazim masih disimpan oleh dari generasi ke generasi.
Naskah Tambo Silungkang yang mengalami transliterasi ini ditulis menggunakan aksara Jawi dan Arab dengan Bahasa Melayu Minang dan Bahasa Arab di atas kertas Eropa. Selain berisikan silsilah keluarga, naskah ini juga memuat tentang muasal Negeri Silungkang yang bermula dari Tanah Tulus Baru Digah. Sejarah Silungkang, suatu daerah yang dikenal dengan budaya menenunnya ini memang tidak bisa dikisahkan Dari kisah heroik Datuk Pahlawan Gagah Melintang ketika menyelamatkan putri Raja Pagaruyung yang akan dibawa paksa oleh penjajah. Keberhasilannya itu kemudian menjadikan Datuk Pahlawan Gagah Melintang dinobatkan menjadi Ampang Lima atau Panglima oleh Raja Pagaruyung.
Hukum Adat Dan Hukum Agama
Selain berisikan kisah sejarah dari para leluhur di Silungkang dan Minangkabau, naskah ini juga membahas tentang hukum yang berlaku di Minangkabau serta hukum fikih serta mazhab yang berlaku di Minangkabau, yakin Mazhab Syafii. Sebagai upaya transliterasi terhadap naskah ini, merujuk kepada pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI tahun 1987 dengan melalui sedikit penambahan berupa catatan pada aksen Minangkabau dan Melayu Jawi berdasarkan kasus-kasus yang ditemukan di dalam naskah tersebut.
Di dalam naskah juga dituliskan banyak pesan yang dapat menjadi pegangan bagi masyarakat Minangkabau, sebagaimana firman turun Dari Allah, waris turun daripada Nabi, pusaka turun dari Raja, dan wasiat turun dari Datuk Parpatih Sebatang yang semuanya berhimpun menjadi Siddiq, Tabligh, dan Amanah. Adapun ada empat perkara yang dapat menghilangkan kebaikan, yaitu sebab malu hilang akal, sebab loba hilang malu, sebab fasik hilang agama, sebab mengupat hilang amal saleh.
Naskah ini seperti tuntunan agar dalam menjalani kehidupan tetaplah berpegang pada syariat agama terutama bagi para pemimpin sebuah nagari. Sebagai penghulu, naskah ini memaparkan kalau ada empat hal untuknya, yaitu penghulu, pengeluh, pengulah, dan pengalah. Sebenar-benar penghulu itu adalah sosok yang kuat dalam memerintahkan berbuat kebaikan dan tegas dalam mencegah berbuat jahat. Tambo Silungkang juga memaparkan kalau ada dua belas karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar negerinya bisa menjadi negeri yang Makmur, yaitu kuat memberi makan satu kota, selalu bekerja pada kebajikan dan mencegah kejahatan, memiliki banyak harta, memperbanyak pengajar di segenap isi negeri, suka bersama orang banyak, bekerja lebih banyak, berusaha lebih besar, banyak belanja, tidak suka upat puji, berjiwa pengasih dan penyayang, pandai berbicara, dan fasih lidahnya.