Judul: Identitas, Tradisi, dan Keberagaman Naskah Nusantara: Persembahan 90 Tahun Achadiati Ikram
Editor: Mu’jizah, Dewaki Kramadibrata, Munawar Holil, Mamlahatun Buduroh
Penerbit: Penerbit Manassa, bekerjasama dengan DREAMSEA
Tahun: 2021
Tebal: ix-388
Buku ini adalah suatu bunga rampai persembahan para sarjana pengkaji naskah/manuskrip terhadap tokoh penting dalam kajian naskah Nusantara: Prof. Dr. Achadiati Ikram. Menurut Christomy, salah satu penulis bunga rampai ini, Achadiati adalah salah satu murid terbaik Prof. A. Teeuw dalam bidang filologi. Karya Achadiati berpengaruh terhadap para muridnya. Menurut salah satu penulis bunga rampai ini, Oman Fathurahman, Ibu Achadiati adalah sanad ilmu filologi Indonesia. Ibu Achadiati sudah melahirkan anak-anak muridnya yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Dari murid-muridnya inilah, kemudian melahirkan kembali anak-anak generasi milenial dan z yang kini menggemari naskah, baik sebagai objek kajian, identitas budaya, maupun dasar pengembangan kreatifitas. Bunga rampai ini menghimpun tulisan para muridnya itu.
Ibu Achadiati juga bersahabat dengan para sarjana kajian naskah dari berbagai negara, sehingga kiprahnya diakui di dunia internasional. Oleh karena itu, buku ini juga menyajikan sejumlah tulisan dari para sarjana luar negeri yang menulis secara khusus untuk persembahan 90 Tahun Achadiati Ikram. Nama-nama sarjana penting dalam dunia kajian naskah Nusantara turut menyumbangkan tulisan, seperti Willem van der Molen yang ahli naskah Jawa Kuno, Edwin P. Wieringa yang juga ahli naskah Jawa dan Melayu, Annabel Teh Gallop ahli iluminasi naskah mushaf Al-Qur’an, Dick van der Meij ahli naskah Jawa, dan Henri Chambert-Loir yang ahli naskah-naskah Melayu.
Berbagai tulisan dalam bunga rampai ini juga tidak sekadar menyajikan kajian naskah dari para ahli di bidang kajian naskah atau filologi saja, tetapi juga menyajikan sejumlah tulisan dari berbagai bidang ilmu lain, atau setidaknya dalam perspektif disiplin lain. Hal itu misalnya tampak dalam tulisan yang berjudul “Mengurangi Resiko Bencana melalui Amanat Leluhur Aceh: Studi atas Naskah Kuno Aceh Utara dan Pidie,” karya Fakhriati, atau tulisan berjudul Diplomasi Ekonomi Pemerintah Hindia Belanda dengan Kesultanan Ternate pada Masa Kolonial” karya Amalya dan Priscila Fitriasih Limbong. Pendekatan interdisipliner juga tampak dalam tulisan “Representasi Kekuatan Laut dalam Cerita Wayang: Suatu Pendekatan Sosiokultural” karya Mamlahatun Buduroh, atau “Melihat Majapahit dari Uraian Hikayat Banjar” karya Agus Aris Munandar. Ternyata naskah bukan melulu suatu objek kajian yang hanya dikaji oleh para ahli dalam disiplin filologi, tetapi juga disiplin lain, seperti arkeologi, kajian kebencanaan, dan kemaritiman.
Salah satu tulisan yang juga menarik dalam bunga rampai ini adalah tentang “living manuscripts” atau “manuskrip yang masih hidup dalam keseharian tradisi suatu masyarakat” karya Tommy Christomy. Dalam living manuscripts, manusia di balik pemaknaan teks perlu diperhatikan. Naskah hidup dalam sebuah tradisi penyalinan, pembacaan, dan pemaknaan di masyarakat. Dengan keberadaan tradisi-tradisi tersebut, naskah dengan sendirinya akan terawat. Oleh karena itu, kajian living manuscripts tentu membutuhkan tilikan antropologi, sosiologi, ekonomi, dan kajian tradisi lisan.
Dengan demikian, naskah kini menjadi suatu objek kajian interdisipliner dan multidisipliner, bukan lagi mono disiplin. Naskah bukan lagi objek kajian para filolog atau sejarawan yang benar-benar biasa dikaitkan dengan naskah. Siapa pun bisa mendekati naskah untuk kepentingan kajiannya. Tulisan-tulisan yang tersaji dalam bunga rampai ini hanya beberapa contoh dari sekian ribu naskah yang menjadi koleksi masyarakat Indonesia. Naskah-naskah itu tersimpan di pelosok-pelosok kampung/desa di daerah-daerah, selain ada yang tersimpan secara baik di Perpustakaan Nasional atau perpustakaan-perpustakaan di berbagai negara di Eropa dan Amerika. Naskah-naskah itu menunggu untuk dimanfaatkan oleh para pewarisnya, yakni bangsa Indonesia sendiri, apa pun latar belakangnya. Jika bangsa Indonesia ingin ikut serta menjaga, merawat, dan memanfaatkan warisan budayanya, maka naskah adalah salah satu warisan itu.
(Agus Iswanto, periset manuskrip di BRIN/Pengurus Manassa Pusat)
Versi cetak telah terbit di Pikiran Rakyat, 15 Januari 2022