Pamekasan, Madura-Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Pamekasan, Madura menyelenggarakan International Event Pekan Ngaji ke-IV. Salah satu acara yang diselenggarakan dalam rangkaian Pekan Ngaji ke-IV adalah Ngaji Sejarah dan Manuskrip: Upaya Menjaga Otentitas Keilmuan dan Keislaman, pada hari Ahad (13/01/2019). Seminar ini menghadirkan narasumber Ki Tarka Sutaraharja (pendiri Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu), K. Abdul Hamid Ahmad (penulis buku Kiai Agung Rabah: Rabah dan Sejarahnya), K. Ilzamuddin (pakar genealogi sejarah Madura), Abdullah Maulani (Data Converter DREAMSEA), Ray Mengku Sutentra (Ketua Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu) dan Rawin Raharjo (koordinator seni dan tradisi Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu). Acara ini disaksikan oleh ribuan santri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.
Ketua Dewan A’wan RKH Moh. Tohir Zain Abdul Hamid dalam keterangannya menjelaskan bahwa acara ini merupakan inovasi yang dikembangkan demi menyiapkan santri yang siap pakai di masyarakat, “Santri diharapkan tidak hanya memahami kitab-kitab salaf seperti fiqh, nahwu, sharf dan sebagainya melainkan juga menjadi jawaban atas tantangan zaman yang selalu berkembang”.
Terlebih Pondok Pesantren Mambaul Ulum dipercaya masyarakat untuk menyimpan naskah-naskah kuno yang saat ini berjumlah cukup banyak. “Kitab-kitab ini berdatangan dari masyarakat begitu saja pada awal mulanya untuk disimpan di pesantren. Karena beberapa ditulis dengan aksara Jawa, maka kami berinisiatif untuk mengirim santri pilihan untuk belajar aksara Jawa yang tertulis dalam manuskrip khususnya ke Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Cikedung Indramayu”. Ujar putra RKH Abdul Hamid ini. “Alhamdulillah, setelah itu pesantren kami membuka kelas khusus aksara Jawa yang saat ini sudah mencapai 40 orang santri yang belajar dan akan terus berkembang”.
Pendiri Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu, Ki Tarka Sutarahardja mengaku bahagia dengan antusiasme ribuan para santri yang hadir meminati kajian manuskrip di tengah generasi milenial yang kurang sadar akan peninggalan warisan adiluhung leluhurnya, “Leluhur kita sejak zaman dahulu sudah sangat maju dalam tradisi dan literasi. Sudah saatnya kita kembali memegang teguh dan memegang nilai-nilai yang dituliskan dalam naskah-naskah kuno”. “Pesantren Bata-Bata mungkin adalah pesantren pertama di Nusantara yang mencetuskan kajian baca tulis naskah-naskah kuno di kalangan para santrinya”. Lanjut pria berusia 49 tahun ini.
Di sisi lain K. Abdul Hamid Ahmad menegaskan “Pengkajian terhadap naskah-naskah kuno penting kaitannya dalam mengungkap nilai-nilai yang dihayati oleh para leluhur. Sebagai salah satu data primer, naskah kuno juga memperkaya argumentasi sejarah yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi”. Tutur pria yang juga menjabat sebagai ketua Pesantren Syekh Abdurrahman Rabah ini.
Sementara itu, K. Ilzamuddin menjelaskan, “Kajian naskah-naskah kuno sangat membantu dalam mengungkap silsilah-silsilah para leluhur dan fakta-fakta sejarah yang selama ini mengendap di masyarakat”. “Oleh karena itu, otentitas keilmuan dan sanadnya haruslah menjadikan kajian terhadap naskah-naskah kuno sebagai bagian yang tidak terpisahkan di dalamnya”. Ujarnya.
Ray Mengku Sutentra, Ketua Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu mengibaratkan, “Sebelum daun mengering ia berwarna hijau, daun bisa menjadi hijau disebabkan pula karena ada daun kering gugur lalu menjadi daya subur bagi tanah di mana tempat berseminya daun dan membuat rindang pada pohon yang kokoh. Begitulah mempelajari manuskrip kuna, menjadi apa kita sekarang, dan kelak itu adalah sebab dari apa yang kita pelajari dari masa lampau dan itulah yang harus ditanamkan sejak dini”. Tutupnya. (Kontributor: Abdullah Maulani)
Ketua Dewan A’wan RKH Moh. Tohir Zain Abdul Hamid dalam keterangannya menjelaskan bahwa acara ini merupakan inovasi yang dikembangkan demi menyiapkan santri yang siap pakai di masyarakat, “Santri diharapkan tidak hanya memahami kitab-kitab salaf seperti fiqh, nahwu, sharf dan sebagainya melainkan juga menjadi jawaban atas tantangan zaman yang selalu berkembang”.
Terlebih Pondok Pesantren Mambaul Ulum dipercaya masyarakat untuk menyimpan naskah-naskah kuno yang saat ini berjumlah cukup banyak. “Kitab-kitab ini berdatangan dari masyarakat begitu saja pada awal mulanya untuk disimpan di pesantren. Karena beberapa ditulis dengan aksara Jawa, maka kami berinisiatif untuk mengirim santri pilihan untuk belajar aksara Jawa yang tertulis dalam manuskrip khususnya ke Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Cikedung Indramayu”. Ujar putra RKH Abdul Hamid ini. “Alhamdulillah, setelah itu pesantren kami membuka kelas khusus aksara Jawa yang saat ini sudah mencapai 40 orang santri yang belajar dan akan terus berkembang”.
Pendiri Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu, Ki Tarka Sutarahardja mengaku bahagia dengan antusiasme ribuan para santri yang hadir meminati kajian manuskrip di tengah generasi milenial yang kurang sadar akan peninggalan warisan adiluhung leluhurnya, “Leluhur kita sejak zaman dahulu sudah sangat maju dalam tradisi dan literasi. Sudah saatnya kita kembali memegang teguh dan memegang nilai-nilai yang dituliskan dalam naskah-naskah kuno”. “Pesantren Bata-Bata mungkin adalah pesantren pertama di Nusantara yang mencetuskan kajian baca tulis naskah-naskah kuno di kalangan para santrinya”. Lanjut pria berusia 49 tahun ini.
Di sisi lain K. Abdul Hamid Ahmad menegaskan “Pengkajian terhadap naskah-naskah kuno penting kaitannya dalam mengungkap nilai-nilai yang dihayati oleh para leluhur. Sebagai salah satu data primer, naskah kuno juga memperkaya argumentasi sejarah yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi”. Tutur pria yang juga menjabat sebagai ketua Pesantren Syekh Abdurrahman Rabah ini.
Sementara itu, K. Ilzamuddin menjelaskan, “Kajian naskah-naskah kuno sangat membantu dalam mengungkap silsilah-silsilah para leluhur dan fakta-fakta sejarah yang selama ini mengendap di masyarakat”. “Oleh karena itu, otentitas keilmuan dan sanadnya haruslah menjadikan kajian terhadap naskah-naskah kuno sebagai bagian yang tidak terpisahkan di dalamnya”. Ujarnya.
Ray Mengku Sutentra, Ketua Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Indramayu mengibaratkan, “Sebelum daun mengering ia berwarna hijau, daun bisa menjadi hijau disebabkan pula karena ada daun kering gugur lalu menjadi daya subur bagi tanah di mana tempat berseminya daun dan membuat rindang pada pohon yang kokoh. Begitulah mempelajari manuskrip kuna, menjadi apa kita sekarang, dan kelak itu adalah sebab dari apa yang kita pelajari dari masa lampau dan itulah yang harus ditanamkan sejak dini”. Tutupnya. (Kontributor: Abdullah Maulani)