Kondisi Pernaskahan di Lingkungan Manassa Komisariat Solo
Kondisi pernaskahan di lingkungan Manassa Komisariat Solo berdasarkan sejarah kepemilikannya secara umum dapat dikatakan ada tiga jenis, yaitu naskah-naskah Keraton (baik Kasunanan Surakarta maupun Kadipaten Mangkunegaran), naskah-naskah koleksi masjid atau pondok pesantren, dan naskah-naskah koleksi masyarakat (baik pribadi maupun paguyuban) (Wirajaya, Asep Yudha, dkk. 2016). Masing-masing jenis naskah tersebut memiliki karakteristik yang unik dan menarik untuk dikaji secara filologis, baik secara tekstologis maupun kodikologis. Dengan demikian, kajian-kajian yang terus dilakukan sampai hari ini setidaknya dapat mengungkap khazanah budaya Nusantara, khususnya di Jawa Tengah bagian selatan.
Adapun naskah-naskah koleksi Keraton rata-rata mengusung konsep istana-entris. Artinya, raja adalah pusat dari segala hal yang meliputi kehidupan. Dengan demikian, raja merupakan“ patron“ yang sudah selayaknya dijadikan panutan atau teladan dalam menjalani hidup dan kehidupan di tengah masyararakat. Dengan kata lain, para pujangga atau penulis keraton senantiasa menempatkan posisi “raja“ di atas kebanyakan rakyat biasa. Hal ini juga yang menyebabkan naskah-naskah koleksi keraton selalu berbicara tentang “sesuatu“ yang adiluhung (Florida, 2018).Walaupun sebenarnya hal itu kadang terkesan sangat dipaksakan bila dilihat dalam konteks kekinian. Akan tetapi, itulah pandangan sekilas yang mungkin saja bisa keliru. Oleh karena itu, keberadaan naskah-naskah koleksi Keraton menjadi menarik untuk dikaji agar pemikiran para pujangga yang terdapat di dalam naskah dapat diungkapkan ke permukaan sehingga bisa menjadi alternatif solusi bagi pemecahan permasalahan bangsa (Dasuki, 1999; et. al. Wirajaya, Asep Yudha, 2020).
Naskah-naskah koleksi masjid atau pondok pesantren secara umum berbicara tentang konsep-konsep keislaman. Keberadaan naskah-naskah koleksi masjid atau pondok pesantren ini memang belum banyak diungkapkan oleh para peneliti atau pemerhati naskah mengingat keterbatasan akses yang mungkin dimiliki oleh para calon peneliti. Artinya, hanya para peneliti tertentu saja yang kebetulan ia memiliki akses yang kemudian dapat menjangkau koleksi naskah-naskah tersebut (Sugahara, 2004). Dengan demikian, keberadaan naskah-naskah keagamaan ini masih menjadi fenomena gunung es. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, setidaknya masih banyak masjid dan pondok pesantren yang masih menyimpan, mengoleksi, dan menggunakan naskah-naskah tersebut sebagai bagian dari program pengajaran dan pembelajaran mereka (Chosanah & Wirajaya, 2017; Effendi & Wirajaya, 2019; Wirajaya, Asep Yudha, dkk. 2016; Wirajaya, 2015).
Berikutnya, naskah-naskah koleksi masyarakat, baik secara perseorangan atau pribadi maupun paguyuban. Keberadaan naskah-naskah semacam ini biasanya dimiliki oleh tokoh/ sesepuh masyarakat/ dalang/ kamitua (yang dituakan). Naskah-naskah tersebut biasanya diwariskan secara turun-temurun dari orang tua mereka sebelumnya. Selain itu, di antara mereka ada pula yang masih merupakan kerabat keraton sehingga akibat “persinggungan“-nya tersebut ia kemudian menerima atau mendapatkan sebagian naskah tersebut. Secara umum, naskah-naskah koleksi masyarakat ini berisi tentang hal-hal yang sifatnya lebih praktis. Seperti, pranata mangsa, tata cara menanam padi, tata cara menangani masalah hama padi, dan lin sebagainya (Wirajaya, Asep Yudha, dkk. 2016). Dengan kata lain, naskah-naskah tersebut tidak bersifat istana sentris. Keberadaan naskah ini pun masih menjadi fenomena gunung es, mengingat belum banyak penelitian lapangan yang dilakukan oleh para peminat atau peneliti naskah. Selain itu, juga keterbatasan akses juga mengakibatkan hal tersebut masih sangat jarang dilakukan.
Latar Belakang Dibentuknya Manassa Komisariat Solo
Pada saat Musyawarah Nasional 1 Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) yang dilaksanakan di Bogor pada tahun 1997, dibentuklah cabang-cabang Manassa. Salah satunya adalah Manassa Cabang Solo, yang meliputi area Kotamadya Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten. Yang kemudian lebih dikenal dengan istilah SUBOSUKOWONOSRATEN.Pada awal berdirinya, keanggotan Manassa Solo hanyalah para staf pengajar atau dosen di Universitas Sebelas Maret (UNS). Seiring dengan perjalanan waktu, keanggotaan Manassa Komisariat Solo mulai bertambah dan berkembang, tidak hanya para staf pengajar atau dosen di UNS, tetapi juga dosen dari Perguruan Tinggi lain, baik negeri maupun swasta yang tertarik dengan kajian pernaskahan Nusantara. Seperti dari Universitas Islam Negeri Raden Mas Said (dulu: Insttut Agama Islam Negeri Surakarta, Universitas Veteran Bangun Nusantara– (Univet), Sukoharjo, Institut Seni Indonesia, Surakarta (dulu: Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Surakarta), dan Universitas Widya Dharma, Klaten. Selain itu, banyak juga para tenaga pustakawan (dari Perpustakaan UNS dan Museum Reksa Pustaka, Mangkunegaran) alumni yang turut bergabung menjadi anggota Manassa Komisariat Solo. Bahkan, ada juga anggota Manassa Solo yang berasal dari BRIN, Yayasan Sastra Lestari, Surakarta, Sraddha Institute, dan Independen. Setidaknya sampai hari ini telah tercatat 35 orang anggota Manassa Komisariat Solo.
Dengan adanya Manassa Komisariat Solo, diharapkan dapat lebih menyemarakkan kajian-kajian pernaskahan Nusantara, khususnya Naskah-naskah yang ada dan ditemukan di Pulau Jawa bagian Selatan. Dengan demikian, hasil kajian tersebut dapat mewarnai kajian-kajian pernaskahan Nusantara yang telah dan pernah ada.
Sejarah Berdirinya Komisariat Solo
Manassa Solo ikut menjadi saksi sejarah terbentuknya organisasi profesi Manassa yang pada saat itu bertempat di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Depok pada tahun 1996. Pada waktu itu, para begawan/ guru/ senior filologi Indonesia hadir dalam Munas tersebut dan memutuskan untuk membentuk organisasi profesi yang bernama Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara).Berdasarkan hasil keputusan Munas 1 Manassa tersebut, kemudian dibentuklah Manassa cabang di berbagai wilayah yang bertujuan untuk dapat mewadahi para filolog dari berbagai daerah. Salah satunya adalah Manassa Cabang Solo yang membawahi Solo Raya atau Karesidenan Solo (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Wonigiri, Sragen, dan Klaten).
Ketua-Ketua Terdahulu
Ketua Manassa cabang Solo terdahulu adalah almarhum Drs. Sholeh Dasuki, M.S. Beliau ditunjuk langsung oleh hasil keputusan Musyawarah Nasional 1 Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) yang dilaksanakan di Bogor pada tahun 1997. Adapun SK sebagai ketua cabang Manassa pernah di-share oleh Pak Made Suparta (2021) dia masih punya arsipnya (berdasarkan hasil wawancara dengan Bu Trisna, Rabu, 11 Januari 2022). Beliau menjabat Ketua manassa cabang Solo sejak tahun 1997 sampai Oktober 2021Kepengurusan
- Ketua: Asep Yudha Wirajaya, S.S., M.A.
- Sekretaris: Miftah Nugroho, S.S., M.A.
- Bendahara: Dr. Eva Farhah, S.S., M.A.
Program Kerja
- Melakukan penelitian/kajian terhadap naskah-naskah Nusantara
- Melakukan advokasi terhadap pemilik-pemilik naskah, baik perseorangan/paguyuban maupun lembaga/instansi/yayasan terkait dengan penyelamatan, perawatan, dan digitalisasi naskah
- Melaksanakan diseminasi hasil-hasil kajian terhadap Naskah-naskah Nusantara, baik dalam forum nasional maupun internasional.
- Menjalin kerja sama lintas sektoral, baik dengan pihak Keraton, museum, perpustakaan, yayasan, paguyuban, pemerintah daerah, Perguruan Tinggi, dan swasta dalam rangka penyelamatan khazanah budaya bangsa.
Capaian organisasi
Kegiatan-kegiatan yang sukses diselenggarakan: (misalnya seminar, simposium, diskusi rutin, advokasi masyarakat, dan sejenisnya);- Fasilitasi Pelatihan Digitalisasi Naskah–Kerja sama dengan Kemenag RI dan Leipzig Univesity, 2009.
- Simposium dan Munas Manassa XI, 2010.
- Fasilitasi Penyelamatan (Preservasi & Konservasi) Naskah-naskah Kraton Surakarta– Kerja sama Universitas Muhammadiyah Surakarta–Kemenag RI–Leipzig University, 2010.
- Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara dan Festival Naskah Nusantara, Kerja sama Manassa dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2017.
- Penyuluhan Artefak Budaya Museum Radyapustaka kepada Generasi Muda, 2019.
- Webinar Nasional Naskah-Naskah Pengobatan Melayu, 2020.
- Sosialisai Bidang Pernaskahan kepada Masyarakat Surakarta, 2020.
- International Conference on Cultural Studies #1, 2021
- Pelatihan Digitalisasi Naskah untuk Pegawai Museum Radyapustaka dan Umum, 2021.
- International Conference on Cultural Studies #2, 2022.
- International Public Service on Classical Malay Literature, 2022.
- Webinar Nasional Kebudayaan Melayu, 2022.
- Sosialisasi Cerita-cerita khazanah Sastra Melayu kepada Khalayak Pemerhati Budaya, 2022.
Penelitian-Penelitian yang Sudah Dilakukan
- Inventarisasi dan Digitalisasi Naskah-naskah Kuna di Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta sebagai Upaya Penyelamatan Intangible Asset Bangsa, 2015.
- Preservasi dan Konservasi Naskah-naskah Nusantara di Surakarta sebagai Upaya Penyelamatan Intangble Asset Bangsa, 2016.
- Preservasi Digital terhadap Naskah-naskah Nusantara di Surakarta sebagai Upaya Penyelamatan Intangible Asset Bangsa, 2017.
- Revitalisasi Daluwang (Kertas Tradisional Nusantara), 2018.
- Konsep Teologis Ahlusunah Waljamaah dalam Tuhfah ar-Raghibin : Sebuah Kajian Filologis, 2018.
- Peran dan Fungsi Ideologi Perang Sabil dalam Teks “Syair Raja Siak“, 2019.
- Kajian Naskah-Naskah Pengobatan Melayu, 2020.
- Khazanah Naskah Multilingual Nusantara, 2021.
- Nilai Kepahlawanan dalam Hikayat Melayu, 2022.
Buku-buku yang Sudah Diterbitkan
- Menelusuri Manuskrip di Tanah Jawa (Katalog Naskah Koleksi Masyarakat: Pribadi/Perseorangan dan Yayasan), 2016.
- Khazanah Makanan Tradisional Nusantara, 2016.
- Estetika Kesusastraan Melayu Klasik, 2019.
- Khazanah Naskah Melayu Klasik, 2022.
Alamat Sekretariat
Manassa Komisariat Solod.a Laboratorium Filologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Jl. Ir. Sutami No. 36A, Kentingan, Jebres
Surakarta, Jawa Tengah 57126
Telp: (0271) 632480
WA: 081225866925