Disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan adalah bukti meningkatnya perhatian pemerintah terhadap warisan kebudayaan Indonesia. Hal tersebut berdampak positif pada kondisi pernaskahan Nusantara yang mulai semarak dengan berbagai kegiatan pengkajian dan pelestarian manuskrip. Salah satunya adalah kesadaran menyelamatkan manuskrip ke dalam bentuk digital.
Persoalan preservasi (pelestarian) manuskrip di Indonesia tidak hanya berhubungan dengan inventarisasi (pendataan) atau tempat manuskrip disimpan, melainkan juga program yang dapat dinikmati dalam jangka waktu yang lama, yaitu alih media manuskrip menjadi bentuk digital. Hal ini diamini oleh Ketua Umum MANASSA, Dr. Munawar Holil, agar kegiatan preservasi naskah beriringan dengan perkembangan zaman. Hal tersebut diungkapkan pada pertemuan rutin webinar series ketiga yang diadakan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) bersama DREAMSEA (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia), Rabu (13/01/2021).
Webinar series ketiga yang bertajuk, “Meraih Program Digitalisasi Manuskrip dan Tantangannya” merupakan rangkaian dari dua seri webinar sebelumnya yang mengupas persoalan digitalisasi manuskrip melalui berbagai aspek. Menurut Munawar, kegiatan digitalisasi manuskrip di Indonesia telah berjalan sejak awal tahun 2000-an dengan beragam pengalaman dan tantangan. “Oleh karena itu, tema webinar kali ini berangkat dari banyaknya pertanyaan dari para manuskripters yang ingin tahu bagaimana caranya menyusun proposal untuk mengikuti program digitalisasi manuskrip”, terang pria yang akrab disapa Kang Mumu ini.
Munawar berharap, diskusi dalam webinar ini dapat menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dari para anggota MANASSA yang telah meraih program digitalisasi manuskrip. Salah satunya adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Prof. Dr. Titik Pudjiastuti yang telah mengikuti beberapa program digitalisasi manuskrip dari EAP, The Ford Foundation, Tokyo University of Foreign Studies, dan Kemenristek Dikti. Selain itu, yaitu terdapat anggota MANASSA yang lain, yaitu Hasaruddin, M.Hum yang mendigitalisasi manuskrip kesultanan Buton dan Fiqru Mafar, M.IP peraih program digitalisasi melalui program EAP (Endangered Archives Programme) dari British Library.
Melalui webinar ini, MANASSA bersama DREAMSEA bertujuan mempromosikan kekayaan khazanah kebudayaan Nusantara melalui manuskrip dan memantik pembacaan maupun pengkajian manuskrip melalui media digital. Menurut Prof. Dr. Oman Fathurrahman yang juga menghadiri webinar ini, manuskrip digital dapat diakses melalui program kerja DREAMSEA yang secara proaktif mendatangi kantong-kantong manuskrip yang berada di rumah masyarakat. DREAMSEA sangat terbuka untuk digitalisasi, katalogisasi, transliterasi teks, riset, dan publikasi manuskrip Nusantara. Dalam ranah akademik, webinar ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam merawat manuskrip Nusantara.
(RAW/AM)